HACHIKO - ANJING YANG PALING SETIA
Kisah anjing yang setia
bernama Hachiko telah menarik banyak orang secara turun-temurun hingga
mengangkatnya menjadi sebuah buku, komik, sampai film Hollywood.
Kisah nyatanya dimulai
pada tahun 1924 bersama majikannya. Pada 10 November 1923, seekor anjing Akita lahir
di Odate, prefektur Akita. Pada 1924, saat usia ke-1 tahun, anjing itu diadopsi
oleh seorang profesor di Universitas Tokyo bernama Hidesaburo Ueno. Anjing
berbulu coklat keemasan itu kemudian diberi nama oleh Ueno, Hachiko.
Mereka tinggal bersama di lingkungan Shibuya, Tokyo. Pasangan teman manusia dan anjing ini hampir setiap hari melakukan aktivitas bersama-sama. Setiap pagi di hari kerja, Ueno dan Hachiko akan berjalan bersama menuju stasiun Shibuya, seperti yang dilansir dari All Thats Insteresting pada 24 Juli 2020. Di stasiun, Ueno akan meninggalkan Hachiko untuk naik kereta menuju kampus. Setelah kelasnya usai dia akan kembali ke stasiun itu lagi pada pukul 3 sore, di mana Hachiko sudah menunggu untuk menemaninya berjalan pulang ke rumah.
Hari-hari berjalan seperti itu, menjadi rutinitas mereka. Hingga pada Mei 1925, Hachiko mendapati momen yang tidak biasa. Sudah lewat pukul 3 sore, temannya Ueno tidak nampak di stasiun. Pada hari itu, Ueno terkena pendarahan otak yang fatal saat mengajar dan meninggal. Hachiko tidak tahu tentang hal itu dan dia terus saja menunggu temannya. Saat malam tiba, dia kembali ke rumah. Esoknya pukul 3 sore dia sudah kembali ke stasiun, berharap Ueno akan berada di sana untuk menemuinya dan pulang bersama.
Namun, Hachiko tetap
tidak bertemu dengan Ueno. Anjing Akita ini tidak putus asa, ia terus menunggu
sang profesor hingga 9 tahun 9 bulan dan 15 hari berlalu, seperti yang
disebutkan di Live Japan pada 30 November 2018. Saat itu, 8 Maret 1935, Hachiko
ditemukan meninggal di jalanan Shibuya pada usia 11 tahun. Ia kemudian
dikuburkan di Aoyama Cementery, bersebelahan dengan makam temannya, Profesor
Ueno.
Sensasi nasional
Hachiko yang setia di
stasiun tepat pada waktunya sampai akhir hidupnya, menarik banyak perhatian
masyarakat. Pada awalnya, para pekerja stasiun agak merasa terganggu dan tidak
ramah dengannya. Namun, karena kesetiaannya menunggu dengan tenang, orang-orang
bersimpati kepadanya. K aryawan stasiun mulai membawa camilan untuk anjing yang
setia itu dan terkadang duduk di sampingnya untuk menemaninya.
Melansir All Thats
Insteresting, salah satu mantan murid Profesor Ueno, Hirokichi Saito, yang juga
ahli dalam jenis anjing Akita, menyadari rutinitas Hachiko. Dia penasaran dan
memutuskan untuk naik kereta ke Shibuya untuk melihat sendiri apakah hewan
peliharaan profesornya masih menunggu. Ketika dia tiba, dia melihat Hachiko di
sana, seperti biasa.
Dia mengikuti anjing itu dari stasiun ke rumah
mantan tukang kebun Ueno, Kuzaburo Kobayashi. Di sana, Kobayashi menceritakan
tentang kisah kehidupan Hachiko. Tak lama setelah pertemuan yang menentukan
dengan tukang kebun, Saito menerbitkan sensus anjing Akita di Jepang. Saat itu,
dia menemukan bahwa hanya ada 30 Akita murni yang terdokumentasi, salah satunya
adalah Hachiko.
Mantan siswa itu sangat
tertarik dengan cerita anjing itu sehingga dia menerbitkan beberapa artikel
yang merinci kesetiaannya. Pada 1932, salah satu artikelnya diterbitkan di
harian nasional, Asahi Shimbun, dan kisah Hachiko menyebar ke seluruh Jepang.
Anjing itu dengan cepat populer secara nasional. Orang-orang dari seluruh
negeri datang mengunjungi Hachiko, yang telah menjadi simbol kesetiaan. Terkadang mereka yang datang menemani Hachiko duduk menunggu Profesor Ueno.
Kematian Hachiko Pada 8 Maret 1935, Hachiko
ditemukan meninggal di jalanan Shibuya, para ilmuwan, tidak dapat menentukan
penyebab kematiannya. Pada 2011, ditemukan adanya kemungkinan besar bahwa
anjing Hachiko mati karena infeksi filaria dan kanker. Di dalam perutnya bahkan
ditemukan ada 4 tusuk sate yakitori, tetapi para peneliti menyimpulkan bahwa
tusuk sate itu bukanlah penyebab kematian Hachiko.
Kematian Hachiko menjadi
berita utama nasional. Dia dikremasi dan abunya ditempatkan di samping makam
Profesor Ueno di Pemakaman Aoyama di Tokyo. Namun, bulu Hachiko diawetkan, diisi,
dan dipasang. Sekarang disimpan di Museum Nasional Alam dan Sains di Ueno,
Tokyo.
Anjing itu telah menjadi simbol yang begitu
penting di Jepang, sehingga sumbangan dibuat untuk mendirikan patung perunggu Hachiko
di tempat yang tepat, di mana dia dengan setia menunggu. Namun, segera setelah
patung ini diangkat, bangsa itu dilanda Perang Dunia II. Akibatnya, patung
Hachiko dilebur untuk digunakan sebagai amunisi.
Pada 1948, hewan kesayangan itu diabadikan dalam
sebuah patung baru yang didirikan di Stasiun Shibuya, yang hingga kini masih
ada. Saat jutaan penumpang melewati stasiun ini setiap hari, Hachiko berdiri di
sana dengan setia. Pintu masuk stasiun di dekat tempat patung itu berada bahkan
dikhususkan untuk anjing kesayangan. Itu disebut Hachik-guchi, yang berarti
pintu masuk dan keluar Hachiko.